Prestasi Anak dan Gengsi Saya

Dua hari belakangan ini adalah hari-hari ketika wan-kawan di fesbuk memposting keberhasilan anak-anak mereka masuk ke perguruan tinggi yang diidam-idamkan.

Beberapa minggu lalu, wan-kawan di Amerika juga memposting anak mereka yang mendapat President Award, dan piagam-piagam penghargaan lainnya. Wajar.

Setiap orang tua pasti bangga akan prestasi anaknya. Lah, yang nulis ini juga begitu kok. Prestasi yang biasa-biasa sajapun pasti sudah langsung diposting dalam tempo sesingkat-singkatnya. Mamak ini memang sangat eksis dan nggak mau kalah.🤪

Aku jadi ingat ketika Kurnia menceritakan tentang teman sekantornya. Temannya ini bercerita tentang anaknya yang sedang ambil jurusan bedah otak di Harvard Medical School. “Gak tau tuh dapat pinternya dari mana, yang jelas aku nggak sepintar itu.” katanya, sedikit merendah, demi semakin menonjolkan kepintaran si anak. Wajar.

Teman yang lain bilang begini, gajiku dan istriku digabung, masih kalah dengan gaji anakku. Katanya dengan bangga, ketika menceritakan anaknya yang bekerja di NASA, yang konon kerjanya mengumpulkan “debris” di angkasa. Balik lagi, sang bapak sedikit “menghinakan diri”, demi menonjolkan kehebatan anak. Wajar.

Baiklah aku ceritakan saja. Dulu, sewaktu Mesakh mau masuk kuliah, pengawasan kami padanya sangat ketat dan melekat. Karena menurut hemat kami, dia kurang serius belajar, secara kami tidak pernah tahu kapan dia ada ujian, dan kapan tidak. Dunia datar saja baginya. 🤦🏻‍♀️

Namun, tak cuma itu, sejujurnya, ada rasa malu dan gengsi jika dia tidak berhasil masuk universitas yang bagus. Gengsi terhadap keluarga dan teman, yang anaknya kuliah di universitas-universitas ternama. Hal inipun wajar, tapi, catat, ada tapinya, hal ini tidak benar. Semogalah Mesakh bersedia memaafkan kami.

Itu sebabnya, ketika mendengar Kurnia bercerita tentang kebanggaan temannya tersebut, serta melihat gempuran kesuksesan teman-teman di fesbuk, aku jadi berpikir, bagaimana sikap dan perasaan kami, jika kelak ternyata kehidupan Mesakh dan Sadrakh “hanya” biasa-biasa saja? Apakah kami akan bercerita dengan bangga, atau jangan-jangan kami akan merasa jatuh gengsi dan malu?

Masih panjang waktu untuk mengetahui jawabnya. Aku hanya berharap, pada waktunya nanti, kami bukan lagi orang tua yang meletakkan beban di pundak Mesakh, dan Sadrakh, demi gengsi, namun sudah lebih bijaksana. Yang mengerti bahwa ukuran keberhasilan seseorang bukan semata soal kepintaran, materi, dan jabatan. Namun lebih pada karakter yang rajin, jujur, bertanggung-jawab serta mengasihi Tuhan dan sesama. Semoga.

/bettys, baltimore, 12072019

Author: Navina

1 thought on “Prestasi Anak dan Gengsi Saya

  1. Ada teman yang berkata: wah anaknya mereka ini genius, pinter banget… Untungnya saya dengan baik menyela: “bukan, bukan dia yang genius… tapi saya!” … hahaha … hahaha….

Komentar atau Pertanyaan