Pacarku, Teman SDku, Teman Berantemku

Mencari pasangan hidup bukanlah hal mudah—perjalanannya panjang namun unik bagi setiap orang. Semasa remaja, aku pernah berkhayal bahwa suatu saat nanti aku punya suami yang telah mencintaiku sejak lama. Lelaki yang menjadi cinta pertama dan terakhirku (sepertinya aku terlalu banyak membaca majalah Anita Cemerlang). Namun hingga menginjak usia 29 tahun, saya masih nyaman dengan status “single”.

Saat kuliah di Universitas Padjajaran, Tuhan mempertemukanku dengan kelompok pelayanan yang membekaliku dengan pemikiran dan pandangan yang menempatkan Kristus sebagai pusat hidup. Jadi, meski men-jomlo, aku belum pernah merasa kecewa karena tidak mempunyai pasangan. Buatku, keberadaan Kristus dalam hidupku sudah menghadirkan rasa aman dan damai sejahtera. Tapi aku tetap setia berdoa agar Tuhan mempertemukanku dengan pasangan hidup yang pantas dan memenuhi beberapa syarat utama: seiman, sevisi, dan mau bertumbuh bersama.

Sebagai seorang perantau, orangtuaku sangat khawatir dengan statusku yang masih menyendiri di usia itu. Bermacam cara mereka lakukan untuk mendorongku agar lekas berkeluarga, satu di antaranya adalah meminta kakakku untuk mengenalkanku dengan pariban dan beberapa kenalannya. Aku paham itu hanyalah bentuk kekhawatiran dari orang-orang yang sayang padaku, namun saat itu aku merasa terganggu. Buatku, oke saja jika hanya untuk diperkenalkan, tapi keputusan lanjut atau tidaknya tetap di tanganku. “Doakan saja, ya, kak,” kataku dengan tulus tiap kali kakakku mencoba untuk mengenalkanku. Aku terus berdoa agar Tuhan mendekatkan jodohku dan aku pun semakin yakin setelah dikuatkan oleh sebuah ayat dari Habakuk: “Penglihatan itu belum sampai kepada kesudahannya. Apabila ia berlambat-lambat, nantikanlah itu.”

Setahun kemudian, aku dapat panggilan telepon dari rumah orangtuaku di kampung halaman. Yang berbicara adalah Ken, teman sekelasku sewaktu SD. Katanya dia berkunjung ke rumah untuk mencari tahu soal kabarku saat itu. Sejak itu, kami jadi sering berkomunikasi lewat SMS dan telepon, yang saat itu tarifnya masih sangat mahal sehingga kami kerap melakukannya jam 11 malam agar lebih hemat (kalau jam 11, menelepon lewat HP hanya Rp 18 ribu per jam, lebih murah ketimbang di jam lain yang bisa sampai ratusan ribu per jam).

Sejak tamat SMA, Ken menjadi anak yatim piatu. Ibunya meninggal saat dia kelas 1 SMA dan ayahnya menyusul setahun setelah dia tamat SMA. Setelah ibunya meninggal, Ken dibawa oleh kakaknya untuk tinggal dan sekolah di Muara Enim, Sumatera Selatan. Lalu sesudah tamat SMA, Ken pindah ke rumah kakaknya di Jakarta. Ketika itu, Ken tidak bisa kuliah karena ayahnya sudah tua dan abangnya masih ada yang kuliah, sehingga ia mencari nafkah dengan menjadi pekerja serabutan. Setahun kemudian, Ken akhirnya kuliah dan mengambil jurusan perhotelan. Ken kemudian melanjutkan karier dan bekerja di sebuah bar di Kota Tua, sebelum memutuskan untuk bekerja di kapal pesiar pada 1997. Di atas kapal pesiar Holland America Line, Ken berlayar keliling dunia sebagai house keeping.


Saat pulang tahun 1998 dia berani menemuiku di Jatinangor setelah hampir 10 tahun tak pernah bersua. Pertemuan kami termasuk unik karena saat itu dia hanya dengar info aku kuliah di Unpad jurusan keperawatan. Jadi dia datang ke SBA mencariku. Saat itu rambutnya gondrong, kampus marak dengan demonstrasi reformasi. Jadi petugas SBA tidak memberikan alamatku. Lalu entah siapa yang dia tanya, ada temanku yang memberitahu alamat kostku. Saat pulang aku menemukan sebuah kartu namanya yang di belakang ditulis, “Bella, aku tadi datang kesini tapi kamu lagi gak ada, nanti aku telpon lagi ya.” 

Lalu besok harinya dia telpon ke kost dan kami janjian bertemu. Dia datang ke kost,  mengajakku naik taksi ke kota. Kuajak naik Damri saja dan kami berdiri hampir 2 jam dari Jatinangor ke Alun-alun. Dia mengajakku makan di KFC, … saat itu, itulah tempat makan mewah bagi mahasiswa. Aku ajak makan nasi timbel di warung pinggir jalan yang bersih dan murmer. Dia membawaku belanja tapi aku menolak membeli apapun bagiku. Saat pulang ke Jatinangor aku menolak diantar karena dari Jatinangor ke Bandung dia akan susah lagi karena sudah tak ada angkot pulang ke Bandung. 

Di mall itu Ken bilang bahwa dia sudah suka padaku sejak kecil, tetapi dia malu karena saat itu dia merasa minder padaku. Dia pendam  tapi proyeksinya dia jadi keras padaku. Kami sering berantem dari kelas 1-6, tak pernah bisa bicara baik-baik. Dia selalu menyulitkanku bahkan pernah memukuliku. Tapi aku juga preman sehingga aku bisa melawannya balik. Jadi dia bilang semua tingkahnya itu adalah cara supaya aku mau bicara padanya. Padahal aku dan ibunya sangat akrab,  aku sering membantu ibu dan kakak Ken di ladang sambil curhat klo Ken jahat padaku. Mereka hanya bilang, “Nanti besar dia jadi pacarmu kok”. Wah saat itu rasanya sebal bangat. 

Jadi ketika Ken bilang dia suka padaku, aku hanya senyum dan bilang, “yah itu masa lalu, sekarang kita fokus mempersiapkan masa depan saja.” Saat itu aku “Nav-minded”, hanya org yang dimuridkan di Nav yang kupertimbangkan sebagai pacar. 

Lalu saat Ken datang lagi ke kostan, aku sedang mengoordinir acara penggalangan dana dengan menjual donat dari rumah ke rumah untuk kegiatan mahasiswa. Dengan inisiatif sendiri Ken membelikan nasgor buat kami yang belasan orang, tentu saja teman sekostku jadi suka sama dia. Lalu dengan setia Ken sering menelponku dari berbagai negara hanya untuk ngobrol ngalor ngidul. Katanya kalau dia lagi off, bingung mau nelpon siapa. Kadang kalau aku lagi ada kerjaan aku tawarkan apakah Ken mau bicara dengan teman kostku sekedar practice English language. Ternyata dia mau saja tiba-tiba ngobrol sama teman-temanku. Saat itu sebenarnya aku mulai berpikir Ken itu kok baik ya, klo lelaki lain dibuat begitu pasti sudah menutup tepon, gak mau telpon lagi. 

Telpon itu otomatis putus setelah aku lulus kuliah, saat dia nelpon aku sudah lulus dan teman kost yang terima telpon bilang aku kerja di Medan. Lalu saat menikah, ponakannya yang kuliah di USU bilang bahwa Ken sudah nelpon dia menyuruhnya mencariku apakah kerja di Fak Keperawatan USU Medan. Dan karena ponakan gak berhasil menemukanku, Ken sampe marah katanya.

Empat (4) tahun kemudian Ken datang ke rumah ortuku dan mulai lagi komunikasi. Yah itulah karena kita sudah dilatih di pelayanan untuk memperlakukan lelaki sebagai saudara dengan murni tanpa ada maksud jahat … ternyata membuat Ken nyaman komunikasi padaku. Sikapku yang gak mau ambil untung dan gak mau diajak bermewah-mewah ternyata dia simpan sebagai nilai tambah

Setelah 3 bulan ngobrol hal umum lewat telpon dan sms, di bulan Desember 2004 Ken datang menemuiku ke tempat kerjaku di Kediri. Dia nginap di hotel, lalu kuusulkan Ken  tinggal sama orang Batak yang kupanggil ito, yang mengontrak rumah besar dan tinggal sendiri di rumah itu. Ternyata mereka cocok dan Ken tinggal disitu hampir 2 minggu. Tiap siang dia datang ke kantorku mengajak makan siang bareng sampai teman sekantor bertanya apakah Ken itu pacarku? Ken bahkan sering bicara dengan atasanku, Ibu Direktur, dan ibu bilang Ken itu anak baik. Saat itu aku jadi seksi hiburan natal parsahutaon/paguyuban Batak dan tiap sore kami melatih anak-anak. Ken senang ikut disitu dan berhasil menarik hati anak-anak itu, … bahkan hati bapak-ibu karena Ken ikutan masak saksang dan mendekor gedung. Juga salah satu temanku cewek naksir pada Ken, … kusampaikan pada Ken,… Ken cuma bilang, “bilang aja kuterima salamnya, tapi bilang yah uda ada pacarku”.

Dan menjelang tahun baru Ken akan pulang ke Jakarta, aku berpikir sudah saatnya bicara serius dengan Ken, aku harus mendorongnya ke titik nol. Aku memulai dengan bertanya, “Ken, kalau hanya Jakarta-Bandung kamu menemui teman SD sehari itu wajar, tapi kamu sudah menempuh semalam naik KA kesini sampai 2 minggu,… emangnya gak ada temanmu yang lain? Hanya kita berdua teman sekampung disini, apa maksudmu sebenarnya?”.  Ken gelagapan dan akhirnya bilang bahwa dia masih suka padaku, masih nyaman bicara denganku dan datang kesini ingin menilai apakah aku pantas jadi istrinya. 

Dan setelah dia mengamatiku, interaksiku dengan semua teman kantor, teman parsahutaon, bapak ibu kost, teman pelayanan, Ken berkesimpulan aku layak jadi istrinya. Lalu aku bilang, “Ken kita hanya teman sekolah, teman sekampung, meski puluhan tahun kenal sebetulnya kita hanya kenal luarnya, jadi kita harus kenal benar secara mendalam.” Ken jawab, “baiklah apa yang kamu ingin ketahui dariku?” 

Aku memulai bertanya tentang visi, misi, Kristus sebagai pusat, karir, uang, masa depan, hutang, seks, dll. Aku merasa nyaman bertanya hal itu karena saat itu aku belum jatuh cinta padanya dan dia juga nyaman ternyata menjawab semua hal itu. Lalu dengan terkejut aku heran kok jawaban Ken itu alkibiah semua. Lalu kutanya apakah Ken pernah ikut kelompok pemuridan? Ternyata dia mengikuti PD di tempat kerjanya dan imannya bertumbuh di kapal itu. Lalu kubilang, “Baiklah Ken, mari kita berdoa kalau ini rencana Tuhan supaya dibukakan jalan, doakanlah hati keluarga besar kita juga, kita jangan saling berhubungan dulu ya supaya murni, nanti kalau setahun lagi kamu pulang hatimu masih sama datanglah lagi kemari”. 

Ken menepati janjinya, tapi dia suruh kakak dan adiknya nelpon aku, say hello… hahahah dia mau tau kabarku ternyata.  Memang cinta bisa tumbuh dalam sekejab, saat Ken mau berangkat kerja baru aku merasa kehilangan. Aku mulai merasa rindu dan ingin tahu kabarnya, apakah di kapal dia merindukanku? Apakah dia sabar menunggu jawaban doanya? Tetapi semua kuserahkan pada Tuhan, karena kutahu, kalau hanya cari teman ngobrol gak mungkinlah bertahun tahun Ken mencariku. 

Setahun kemudian Ken datang, aku akan pulang karena adikku menikah dan Ken bilang akan ikut pulkam, kami pulkam bersama di akhir Desember 2005. Ken bicara pada ortuku tentang niatnya melamarku. Ibuku sedikit kecewa karena berharap suamiku bertitel sarjana, bekerja formal. Ayahku mendukung dengan berkata yang penting bertanggungjawab. Ken memang gagah berani juga  bicara pada ortuku. Lalu secara adat aku dilamar sebelum pesta adikku, dan dipesta itu dia diperkenalkan sebagai calon suamiku.


Hidup tidak berakhir setelah menikah. Menikah sebulan lalu ditinggal setahun bukan hal mudah. Watakku kebetulan watak setia, jadi mudah dibentuk di pelayanan. Tak pernah sekalipun aku berniat tidak setia pada pernikahan kami. Rasa percaya dan HPDT menjadi andalanku untuk tidur nyenyak kemanapun Ken pergi. Kutawan semua pikiranku dengan memikirkan semua yang baik semua yang berkenan pada Tuhan. 

Ken telah cerita bahwa di kapal itu besar godaan. Teman-temannya ada yang gay, ke sesama rekan kerja selama di kapal dan di darat punya istri dan anak masing-masing. Ada juga yang jadi waria. Ada pekerja bapak dan anaknya sama-sama pergi mencari PSK setiap kapal berlabuh. Ada yang setiap malam menyelinap ke kamar bos, ada yang keranjingan nonton film porno, mabuk, judi kalau kapal bersandar,…. Mereka menganggap itu hal wajar untuk menenangkan pikiran yang suntuk setahun terkurung di kapal.  Waktu pertama kerja, Ken ikut rombongan teman-temannya itu, dan merasa tak enak hati setelah mengetahui kemana mereka pergi. Lalu setelah ikut PD dan bertobat Ken bisa menolak dengan sopan dan mulai pergi bersama teman-temannya yang bertumbuh, itulah cara mereka menjaga diri.


Di acara retreat 2012 di Puncak, saat curhat pasutri yang dipandu mas Sety, Ken bilang, “Saya tidak pernah kehilangan rasa percaya dari istri kemana pun dan seberapa jauh pun saya pergi. Itu yang membuat saya kuat dan setia pada istri”. Yah, memang dari awal saya katakan, “Ken, aku gak mau menyusahkan pikiran dengan hal buruk tentangmu, kalau kamu gak setia padaku itu urusanmu dengan Tuhan, tapi kalau saya sampai tahu, kamu gak boleh protes kalau saya menuntutmu cerai”. 

Hal yang saya terus lakukan untuk membuat Ken selalu rindu padaku adalah mengirim berlembar-lembar surat, bercerita banyak hal (kurangi keluhan karena itu membuatnya ga nyaman). Ken akan menyimpan suratku dan membacanya setelah istirahat di kamar. Setelah ada FB lebih rame karena bisa kirim foto. Bagi Ken aku adalah cinta pertama dan terakhirnya meskipun di tengahnya banyak.. wkwkwkwk (karena dia pernah punya pacar sebelum menikah). 

Bagiku sendiri kalau membuka-buka catatan doa tentang sesuatu yang kudoakan dulu, … terpana bahwa sebagian besar hal itu dijawab Tuhan dalam sosok Ken. Jatuh cinta memang tak mudah, tak semudah itu kita bisa jatuh cinta pada orang lain, tetapi mempertahankan cinta itu hidup setiap hari yang sulit, hanya karena doa. 

Depok, 13 Sep 2014

Bella Purba, mama Yasha
Bella saat ini sedang mengambil S3 di Scotland, Kennedi bekerja di kapal pesiar. Anak 1 Yasha.

Author: Navina

2 thoughts on “Pacarku, Teman SDku, Teman Berantemku

  1. Tulisan ini sudah saya baca berkali-kali sejak dikisahkan bbrp tahun lalu. Selalu senang membaca kisah ini, sangat inspiratif dan banyak pelajaran. Semoga tetap setia dan penuh cinta satu sama lain. Semangat!

  2. [ike kristina] Saya senang membaca kisah ini.. sangat inspiratif. Saya sangat terberkati ketika ditolong PA oleh Kak Bella (saat beliau di Kediri) dan mendengarkan kesaksian hidupnya yang takut akan Tuhan. Ketaatan kepada Tuhan dan kesaksian hidupnya sering dia tulis di FB sampai sekarang, menjadi inspirasi dan berkat bagi saya..

Komentar atau Pertanyaan